Monday, March 2, 2009

Tahun 2007 tercatat ada 201.802 orang mengganggur di Riau


Tahun 2007 tercatat ada 201.802 orang mengganggur di Riau. Tahun 2008 hingga awal 2009 jumlahnya bertambah lagi. Minimal bertambah 1694 orang lagi setelah dua perusahaan raksasa Riau melakukan PHK massal. Pengangguran itu menjadi ancaman bagi perputaran roda perekonomian sekaligus memicu masalah sosial di Riau.


Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru
redaksiriaupos@riaupos.co.id

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertranskep), melansir bahwa pada tahun 2007, ada 201.802 penggangguran yang ada di Riau. Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat mencatat bahwa Riau adalah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang mengalami peningkatan jumlah pengangguran pada periode Februari 2007-Februari 2008 saat provinsi lainnya mengalami pengurangan jumlah pengangguran.

Dipenghujung tahun 2008 akhir hingga awal Januari, Disnakertranskep tertanggal 9 Februari lalu menyatakan sudah ada 1.694 orang lagi yang di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari dua perusahaan di Riau yakni Riau Pulp dan PT Arara Abadi. Berarti jumlah penganggur di Riau kian meningkat pula pada periode 2008 hingga awal 2009.

Jumlah penganggur tambahan pada periode itu dipastikan tidak hanya 1.694 itu saja. Pasalnya dua perusahaan besar itu juga melakukan sejumlah pemutusan kerja para kontraktor, yang pada akhirnya juga menyebabkan PHK di kontraktor-kontraktor tadi. Belum lagi mereka yang bekerja di segi informal yang menggantungkan kehidupan pada mereka-mereka yang terkena PHK.

Imbasnya pada Perekonomian
Sampai saat ini belum ada data pasti, berapa jumlah penganggur di Riau. Namun dampaknya bisa dilihat di dua kota pertumbuhan baru di Riau yakni Pelalawan dan Perawang. Dua kota itu, geliatnya menurun sangat signifikan. Imbas ekonominya hampir terasa di semua lini. Mulai dari penjual nasi hingga developer.
Rahmad, pemilik kedai nasi di Perawang, mengaku sejak krisis global dan banyaknya yang di PHK, kedai nasinya sepi. Padahal setiap hari selalu ramai, namun sekarang siang haripun terasa sepi. “Sekarang mendapat dua puluh orang saja, sudah syukur,” paparnya.

Sementara Sumiati,usaha katering kecil terpaksa tutup dikarenakan pelanggannya terkena pemutusan kerja.”Saya terpaksa tidak buka katering lagi,karena karyawan yang biasa katering dengan saya berhenti kerja,dan kontraktor dalam juga stop bekerja diperusahaan. Padahal, pendapatan saya bisa menutupi seluruh kebutuhan keluarga,”jelasnya.
Dampak PHK juga dirasakan pada pengusaha hotel dan developer di Perawang. Menurut pengakuan Roy Harapan pengelola salah satu Hotel Istana VII di Perawang yang mengaku dampak dari krisis global yang berbuntut pada pemutusan kerja ataupun kontrak pada kontraktor sudah dirasakanya. ”Sebelum adanya pemutusan kerja, hotel saya sering dipakai inap maupun meeting, kini penurunannya cukup jauh, sekitar 70 persen,”katanya.

Penurunan tersebut, jelas membuat dirinya kebingungan, pasalnya biaya yang dikeluarkan untuk operasional sudah tidak sebanding dengan pemasukan yang ada sekarang. ”Kini tamu yang menginap ada yang hanya 3 orang, dengan jumlah kamar sekitar 50 kamar,” jelasnya.

Sementara dampak PHK juga mengalami penurunan, hal ini dirasakan oleh salah satu developer. Menurut Armadi, usaha delopernya menjadi terkendala, pasalnya, mereka yang telah mengambil rumah darinya, mengembalikan dengan alasan tidak sanggup bayar cicilan kredit. ”Jelas dampaknya sangat terasa sekali bagi kita,usaha perumahan kita menjadi tidak lancar, ”katanya.

Sementara pengangguran akibat PHK atau istilah diperhalus Program Pengunduran diri Sukarela (PPDS) yang diajukan PT Arara Abadi bertambah tinggi,sudah mencapai ratusan karyawan dalam tiga bulan terakhir ini terkena PPDS. Adanya memilih pulang kampung halamanya, namun ada yang masih bertahan seperti Siregar (41) salah seorang yang sudah pekerja selama 15 tahun sejak keluar dari perusahaan, dirinya belum mendapatkan kerja kembali.

Siregar yang memiliki anak empat orang ini, siap tidak siap dia harus menerima kenyataan ini. “Bagaimana lagi, jika nama kita sudah tidak masuk dalam struktur organisasi, berarti kita tidak dipakai lagi. Saya keluar kerja pada bulan Desember kemarin, mamun sejak tidak bekerja dua bulan, saya belum dapat kerja,sementara rumah masih kontrak,”katanya. Sedangkan Suhendri, karyawan yang terkena skorsing PT Arara Abadi mengatakan dengan kondisi sekarang ini, siapa yang mau melakukan pengunduran diri secara sukarela. Namun dirinya mengharapkan agar pemutusan kerja atau program Pengunduran diri Sukarela (PPDS) yang dibuat PT Arara Abadi mendapat perhatian serius.

“Kita berharap pemerintah mendengar jeritan masyarakatnya khususnya karyawan, tidak siapapun yang sekarang sukarela mengundurkan diri, dengan kondisi sekarang ini,”ungkapnya.

Disisi lain, ada mantan karyawan yang memulai membuka usahanya seperti toko harian. Menurun Andan (37),usaha yang dimulai dalam dua bulan terakhir ini bisa menutupi biaya kehidupan sehari harinya. Namun dirinya begitu prihatin terhadap rekan-rekannya yang belum memperoleh pekerjaan kembali atau membuka usaha. “Masih banyak rekan -rekan saya yang belum mendapatkan kerja,mereka banyak yang memilik pulang kampung daripada bertahan di Perawang,karena tidak ada lagi pekerjaan yang mereka peroleh untuk menghidupi keluarganya,” paparnya.

Dampak Sosial
Pengamat sosial dan kriminologi, Drs Syahrul Akmal Latif mengungkapkan bahwa PHK massal memiliki dampak yang besar dalam kehidupan sosial masyarakat. Tidak saja berdampak pada mereka yang terkena PHK tetapi juga pada keluarganya. Misalnya seorang suami yang stress karena di PHK melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penurunan pemberian pendidikan dan gizi bagi ana-anaknya dan lain sebagainya.

Ketua jurusan Kriminologi FISIP Universitas Islam Riau (UIR) ini juga menyatakan PHK massal dapat meningkatkan angka kriminalitas. “Lapar dapat menjadikan orang kalap dan berpotensi menimbulkan pikiran untuk berbuat kriminal,” lanjutnya.

Untuk itu dia berharap pemerintah dapat mengambil tindakan cepat. Minimalisir terjadinya PHK dan membuka sejumlah peluang kerja baru. Terutama membuat program yang padat karya.

Pemerintah Memfasilitasi
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau Drs H Emrizal Pakis kepada Riau Pos baru-baru ini mengatakan, mengatasi persoalan PHK pemerintah hanya mengambil peran dari sisi memfasilitasi mereka, apakah mereka bisa disalurkan ke dunia usaha lain, atau memfasilitasi mereka untuk mendapatkan modal usaha dengan mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

‘’Dalam kebijakan pembangunan daerah, ada kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan upaya dan antisipasi PHK. Pertama adalah pro job, pro growth dan pro poor. Jadi kalau kita berbicara pro poor, itu pendekatan penanggulangan kemiskinan, kalau dia pro growth itu pendekatan kita pada pertumbuhan ekonomi sedangkan pro job itu sebenarnya kesempatan kerja yang kita lakukan penguatan-penguatannya,’’ kata Emrizal.

Emrizal mempaparkan bahwa banyak hal yang secara tidak langsung telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah pengangguran. Misalnya penguatan investasi akan meningkatkan peluang kerja. Kemudian alokasi anggaran pemerintah yang digunakan untuk pembangunan fisik dan sebagainya. Ditambah lagi dengan dengan memberikan dukungan permodalan usaha melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Selain itu untuk mengantisipasi PHK, menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Kabupaten Siak Drs H Nurmansyah MSi kepada Riau Pos, Jumat (13/2) di Siak perlu dilakukan pengawasan intensif terhadap perusahaan-perusahaan besar di Siak, hal itu untuk mengantisipasi agar PHK tidak terjadi sepihak atau prosedur yang tidak benar.

Di Siak sendiri untuk mengantisipasi gelombang PHK, Disnakersos, telah melakukan upaya memberian keterampilan. Agar mereka yang sudah di-PHK bisa mandiri dan membuat usaha. Diantaranya, mereka telah melakukan pelatihan menjahit, mengelas, otomotif dan kegiatan kreatif lain.

Disnakersos berharap, korban PHK bisa lebih mandiri. Apalagi mereka yang di PHK mendapatkan uang santunan. Jika uang santunan PHK itu dipergunakan dengan baik, maka karyawan yang di-PHK ini bisa mandiri dan tidak menjadi pengangguran.

‘’Ini penting diperhatikan oleh karyawan, sebelum di-PHK harus pandai-pandai mempersiapkan diri, atau selama menjadi karyawan dapat mengambil manfaat pekerjaan dengan baik, sehingga ketika kita di PHK sudah siap menghadapinya,’’ ujarnya.(ndi/wik/muh/gem/ksm)

Sumber: http://www.riaupos.com/main/index.php?mib=berita.detail&id=345#
lowongan kerja di rumah